Transmedia Storytelling: Frozen 

What is Transmedia Storytelling? Why it’s related to Frozen?

Check it out!

giphy

Let it go.. Let it go..

Kata tersebut seakan masih terngiang-ngiang di telinga kita ketika membicarakan salah satu film yang sangat booming pada beberapa waktu lalu, yaitu Frozen. Bagaimana tidak? Film yang menceritakan kisah sisterhood ini, telah digemari oleh banyak orang, khususnya anak-anak perempuan, apalagi menyangkut karakter princess-nya, yakni Elsa dan Anna. Tercatat dalam cnnindonesia.com, Frozen mampu meraup untung lebih dari US$ 1,2 miliar atau Rp 152 triliun. Bahkan Frozen disebut-sebut sebagai film animasi nomor satu sepanjang masa. Maka,  Frozen bisa dikatakan sebagai film yang mendapat predikat Blockbuster, yaitu film yang telah mencapai sukses besar atau telah mencatat box office lebih dari 100 juta dollar.

Selain sukses di filmnya, demam frozen pun berlanjut ke berbagai bentuk lain, seperti  buku cerita, boneka, alikasi, merchandise, bahan belajar, film pendek, video musik, dan klip YouTube. Fenomena inilah yang seringkali disebut sebagai Transmedia Storytelling. Dalam Jenkins (2007), Transmedia Storytelling merepresentasikan proses dimana elemen dari sebuah fiksi tersebar secara sistematis di beberapa saluran untuk menciptakan pengalaman hiburan yang terpadu dan terkoordinasi. Sederhananya, Transmedia adalah penceritaan cerita melalui beberapa platform media yang berbeda. Transmedia storytelling menggunakan setiap platform yang berbeda untuk menambahkan sesuatu yang baru atau di samping sebuah narasi secara keseluruhan. Seperti yang dikatakan Jenkins, bahwa “it is experiences spread across a variety of platforms. Not in a way that is redundant but in a way that is complimentary in that each platform does what it does best”  Lebih lengkapnya , yuk simak video dibawah ini:

Setiap cerita pada setiap platform tersebut dapat diamati dan memiliki nilai dalam dirinya sendiri, tetapi merupakan bagian dari cerita yang lebih luas dibangun untuk menghubungkan, terlibat, dan memberikan konteks tertentu. Misalnya, dengan sebuah pertunjukkan Frozen di Disneyland, konsumen akan merasakan sensasi yang berbeda daripada menonton filmnya di bioskop. Begitu juga ketika bermain bonekanya, anak-anak memungkinkan memberi cerita baru selayaknya menghidupkan karakter Frozen di dunia nyata.

Adanya transmedia tersebut tidak lain tidak bukan, berada dibawah motif ekonomi. Ini termasuk cara jitu untuk mempromosikan dan memperluas pasar. Selain itu, transmedia juga dapat memunculkan adanya collaborative authorship, yaitu adanya kerjasama dengan pihak lain (contoh: komikus, penulis, pemusik, dll.) yang digunakan untuk kelangsungan transmedia. Saat ini, dengan beriklan saja rasanya sangat kurang dalam mengembangkan brand (dalam hal ini film), tetapi dalam memanfaatkan berbagai media dapat membangun minat konsumen, bahkan menciptakan fandom atau kesetiaan tersendiri dari konsumennya. Seperti dalam film Frozen, dengan transmedia, orang-orang bisa mengingat terus filmnya dan merasa sudah dekat/familiar dengan figure princess Elsa dan Anna dalam film tersebut. Sehingga seringkali anak-anak perempuan ingin juga menjadi seperti karakter tersebut dan membeli bonekanya, memakai kostumnya, menghapal lagunya, dan lain-lain.

Berbicara mengenai transmedia ini tidak terlepas dari adanya konvergensi media. Dengan konvergensi, selain memunculkan transmedia, juga menjadi transkultural. Itulah yang memunculkan pula istilah Pop Cosmopolitanism, dimana cara bagaimana alur dari pertukaran budaya populer (pop culture) membentuk bentuk baru. Dalam hal ini adanya globalisasi menyebabkan ruang audience antar negara tidak lagi terbatas. Mereka dapat terpapar film yang sama, sehingga bisa menciptakan selera internasional. Terlihat dari dampak film Frozen pada kebiasaan anak-anak perempuan saat ini, ataupun bagaimana anak-anak menyukai produk Disney yang diperolehnya dari berbagai media.

Sindy Arlitha – 1506686280


Referensi:

Jenkins, Henry. 2007. Transmedia storytelling 101.

Jenkins, Henry. 2004. Pop Cosmopolitanism: Mapping cultural flows in an age of media convergence.

Crossmediaboek. (2009, July 23). Transmedia missionaris: Henry Jenkins [Video file]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=bhGBfuyN5gg

https://jessicahowes.wordpress.com/2015/04/24/transmedia-dealing-with-the-frozen-epidemic-assessment/

http://m.cnnindonesia.com/hiburan/20150109081524-220-23421/alasan-ilmiah-mengapa-frozen-untung-triliunan-rupiah/1

Leave a comment

Blog at WordPress.com.

Up ↑